Minggu 13 Olihn

Kamisan S3 #13: Obrolan Malam

17.03Unknown


Bertahun-tahun nanti, pada suatu senja yang entah ke berapa, sembari duduk dan menikmati kopi hitam di beranda lantai dua rumahnya, ia akan terkenang kepada satu sosok yang pernah menyemaikan bunga di dalam hatinya. Seiring mengakarnya kenangan akan sosok itu, semakin dalam pula kebencian yang ia rasakan kepada dirinya sendiri. Akan tetapi, itu masih bertahun-tahun nanti. Dan saat ini, sosok yang kelak akan dikenangnya tengah bercengkrama dengan dirinya.

“Kenapa?”

“Kau sama sekali tidak romantis.”

“Hmm … aku tidak paham.”

“Dasar lelaki!”

“Hahaha … jadi bagaimana?”

“Apa masih perlu aku jawab?”

“Tentu saja. Kan kau juga yang memaksaku untuk menanyakannya.”

“Hmm … bagaimana, ya?”

“Aku hitung sampai sepuluh. Hitungan ke sepuluh tidak menjawab berarti ‘ya’.

“Sepuluh.”

“Hih! Curang!”

“Habisnya kau lama.”

“Kan segala yang terburu-buru itu tidak baik. Kita harus memikirkannya dulu masak-masak.”

“Itu kan hanya alasanmu saja.”

“Hahaha … aku belajar dari guru yang terbaik.”

“Hmm ….”

“Kenapa?”

“Jadi bagaimana?”

“Hih! Pertanyanya itu mulu. Benar-benar tidak kreatif!”

“Hahaha … habisnya aku ingin mendapat jawaban langsung.”

“Hmm … tidak bisa, ya, kalau kita seperti ini saja.”

“Maksudmu?”

“Ya, seperti ini saja.”

“Aku benar-benar tidak paham. Sungguh.”

“Seperti ini … kau senang, aku senang … yang seperti itulah.

“Bagaimana?

“Hei. Kok diam?”

“Aku benar-benar tidak mengerti. Kau ingin kita tetap seperti ini? Tanpa ikatan apa pun, begitu?”

“Nggg … ya.”

“Kenapa?”

“Susah menjelaskannya. Aku malah takut kau jadi berubah sikap kepadaku kalau aku memberitahukan alasannya.”

“Yang kau takutkan itu sudah pasti akan terjadi bila kau tak mengatakannya sekarang.”

“Jangan!”

“Jangan apa?”

“Jangan benci aku.”

“Karena itu jelaskan alasannya.”

“Oke.

“Ikatan, bagiku hanya menciptakan kesakitan. Karena dengan adanya ikatan, seseorang tidak bisa bergerak bebas melakukan apa yang ia suka. Akan selalu timbul pertimbangan-pertimbangan yang pada akhirnya hanya akan membuat dirinya kehilangan kesempatan. Dan yang paling buruk, adalah ketika seseorang mengikatkan diri kepada orang lain yang pada akhirnya hanya menghancurkannya, meremukannya menjadi keping-keping, memerahnya layaknya sapi, tetapi dalam dirinya tidak ada sedikit pun kekuatan untuk melawan atau bahkan memutus ikatan itu. Ia hanya akan berharap orang lain itu akan segera sadar, alih-alih pergi.”

“Tetapi bukankah tanpa ikatan seseorang pun akan serba salah, karena tidak bisa mengklaim bahwa orang lain itu adalah miliknya?”

“Milik? Apa menurutmu seseorang itu adalah barang? Setiap orang adalah milik dirinya sendiri. Dan itu merupakan satu-satunya pemberian Tuhan yang tidak boleh dirampas.”

“Oke. Aku mengerti.”

“Tidak. Kau tidak mengerti. Kau hanya merasa mengerti.”

“Baiklah. Aku minta maaf.”

“Untuk apa minta maaf. Ampun! Ternyata kau sama munafiknya dengan semua orang. Meminta maaf karena mengatakan apa yang sebetulnya kaurasakan.”

“Oke, oke. Jadi aku harus bagaimana?”

“Nah, kan! Belum apa-apa kau sudah kehilangan dirimu, kebebasanmu. Bertanya apa yang seharusnya dilakukan demi orang lain senang.”

“Aku bingung harus berkata apa.”

“Kalau begitu jangan berkata apa-apa.”

“Hmm … baiklah. Sebaiknya aku istirahat. Selamat malam. Jangan tidur terlalu larut.”

You Might Also Like

0 comments

Entri Populer

Formulir Kontak