Minggu 10 Nia Fajriyani Sofyan

Kamisan S1 #10 - Semut: Zhiya

02.56Unknown



Aku benci mereka.

Mereka sering membuatku takut. Walaupun hanya melihat salah satu dari mereka, aku tetap takut.

Melihat bayangannya saja membuatku ngeri

Baru saja salah satu dari mereka datang ke kamarku dan aku dibuatnya menangis. Saking kencangnya suara tangisku, sampai Papa segera masuk ke kamarku dan memelukku erat. 

Papa juga datang bersama orang itu. Aku tidak suka.

Seperti biasanya orang itu akan ikut menangis dan mencoba memelukku, tetapi aku tidak suka dipeluk olehnya. Melihatnya ada di dekatku justru membuat aku semakin menangis kencang. 

Aku sayang Papa, tapi aku tidak suka jika Papa dekat-dekat dengan orang itu.

Mereka dan orang itu seperti hantu yang sering diceritakan oleh Bibik, membuatku merinding dan terkadang mimpi buruk.



***


Aku benci mereka, aku juga takut dengan mereka. Aku tidak hanya dibuatnya menangis, tapi aku juga pernah dibuatnya kencing di celana. Aku pernah tidak bisa makan karena melihatnya ada di dekatku.

Aku punya ingatan tentang mereka tapi terkadang ingatan itu seperti samar-samar. 

Jangan-jangan itu nyata, atau jangan-jangan itu khayalanku?

Dulu sekali, orang itu tidak tinggal bersamaku. Orang itu baru tinggal bersamaku dan Papa waktu aku masih TK. Kata Papa, orang itu pengganti Mama yang sudah pergi ke surga saat aku dilahirkan.

Awalnya orang itu sangat baik, aku juga sempat senang bermain bersamanya. Orang itu sering bercerita lucu, membuatkan aku baju yang bagus, dan selalu membuatkan makanan yang enak sekali. 

Waktu kenaikan kelas 2 SD, Papa mengajakku dan orang itu berlibur. Aku senang sekali karena membayangkan akan pergi ke pantai dan mendirikan tenda di sana. Orang itu juga berjanji untuk membuat makanan yang banyak dan enak untukku.

Tapi ternyata liburan itu menakutkan.

Papa, aku, dan orang itu bermain di dekat pantai. Tiba-tiba Papa izin untuk kembali ke tenda karena lupa membawa kamera. Papa memang senang memotret aku. Karena ditinggal Papa, jadi aku hanya berdua saja dengan orang itu.

Aku dan orang itu berlarian di dekat pepohonan kelapa yang ada di dekat pantai. Aku iseng bersembunyi di dekat salah satu pohon kelapa, di dekatnya ada rerumputan yang setinggi aku. Jadi, aku tidak mudah terlihat.

Tiba-tiba aku seperti beku dan sulit bernapas. Aku ingin berteriak untuk meminta tolong, tapi tidak sedikitpun suara yang keluar dari mulutku. Aku memanggil Papa, tetapi aku kemudian ingat bahwa Papa sedang kembali ke tenda dan belum bersama kami lagi. Aku memanggil orang itu, melambaikan tangan ke orang itu, tapi orang itu tidak juga melihat ke arahku. Orang itu seperti sibuk mencari diriku, melihat ke sana ke mari. 

Aku lupa. Aku sedang bersembunyi.

Di situ aku melihat ada sebuah batu hitam, sangat hitam, sebesar bola basket, dan seperti menempel di bawah pohon kelapa yang ada di dekat tempatku bersembunyi.

Entah kenapa, begitu melihat batu itu aku seperti tidak dapat bergerak. Di saat tidak dapat bergerak itulah aku tiba-tiba melihat mereka muncul.

Ratusan. Bukan. Mungkin ribuan. 

Banyak sekali, seperti rombongan perang yang pernah aku lihat di televisi. Mereka berputar-putar mengelilingi batu hitam tersebut, ada juga yang aku lihat keluar dari tanah dan kemudian naik - berjalan cepat ke atas pohon kelapa, dan ada lagi yang aku lihat masuk ke dalam tanah. Yang paling mengerikan, ketika aku melihat mereka ada yang berjalan ke arahku, seperti ingin menyerangku. 

Aku seperti melihat mata mereka membesar, sangat besar seperti mata raksasa yang pernah aku lihat di buku dongeng. Mereka berwarna merah, hitam, entah ada warna apa lagi aku tidak tahu. Badan mereka, hiiyy, mengerikan. Bahkan Hulk  yang berbentuk seperti raksasa berwarna hijau itu masih lebih aku sukai daripada mereka. Dan lalu aku melihat badan mereka terlihat membesar melebihi Hulk... 

Aku kencing di celana, mencoba berlari tapi kemudian jatuh.

"Papaaaaa!!!", refleks aku berteriak memanggil Papa. Tapi hanya dapat berkata di dalam hati.

Aku mencoba memanggil orang itu lagi, tapi tetap saja aku tidak dapat bersuara.

Aku berusaha untuk berdiri, dengan kencing yang masih menetes dan membasahi badanku. Aku melihat ke arah orang itu, tapi orang itu masih saja tidak melihatku. Aku benci orang itu, kenapa dia tidak juga melihatku!

Aku mencoba berteriak lagi, memanggil orang itu, tapi tetap saja tidak ada suara yang keluar.

"Toloooongg!!", Aku masih mencoba memanggil orang itu dan dia masih saja tidak melihatku. Aku benci!

Aku berkeringat, badanku semakin basah. Tanganku gemetar. Aku kencing di celana lagi. 

Mereka semakin mendekat, bahkan jumlahnya semakin banyak. Batang pohon kelapa itu semakin dipenuhi oleh mereka. Aku pun hampir yakin batu hitam tadi sudah habis dimakan mereka karena yang aku lihat hanya mereka, entah di mana batu itu tersembunyi di balik tubuh mereka.

Mereka mulai menjamahku!

Ada yang menggerayangi kakiku. Banyak, aku tidak tahu ada berapa. Kakiku seperti ditempeli batu, berat sekali. 

Aku menangis.

Ketika ada yang mulai naik ke leherku, aku menjerit! 

Akhirnya suaraku muncul, tapi kemudian gelap.

Aku tidak ingat lagi.


***


"Zhiya... Zhiya..."

Itu suara Papa!

Perlahan aku mencoba membuka mataku. Oh, syukurlah yang aku dengar barusan memang suara Papa. Rupanya aku tertidur setelah melihat mereka masuk ke kamarku tadi.

Sial. Kenapa aku sampai bermimpi tentang mereka lagi?

"Kamu mimpi tentang kejadian itu lagi ya?", tanya Papa dan aku hanya sanggup mengangguk lemah.

"Mereka sudah tidak ada lagi di kamar kamu, sayang. Kamu jangan takut lagi ya. Papa akan temani kamu. Besok pagi kita bertemu lagi dengan Tante Lena. Sekarang kamu makan dulu. Tadi Bunda buatkan kamu sup bubur, dari tadi siang kamu belum  makan.", dan lagi-lagi aku hanya mengangguk lemah.

Memang benar sudah tidak ada mereka sekarang, tapi mereka masih bisa muncul kapan saja. Orang itu juga masih tinggal bersama aku dan Papa, bagaimana mungkin aku bisa tenang?

Aku mungkin bisa menahan diri jika hanya melihat satu dari mereka, tapi jika mereka ada serombongan? 

Jijik.


***


Melihat mereka membuat kepalaku sangat sakit, seperti ingin meledak. 

Dhuaarr!!

Aku tidak mengerti. Berteriak rasanya masih kurang. Melepas sepatu dan melemparnya ke arah mereka, itu tidak mempan. Membakar mereka hingga habis pun tidak menjamin mereka tidak akan kembali.

Mereka itu sebenarnya apa? Berasal dari mana? Laki-laki atau perempuan? Kenapa mereka selalu ada di mana-mana? 

Teman-temanku banyak yang lebih takut dengan kecoa, atau hantu. Papa juga pernah cerita kalau Mama juga takut dengan kecoa. Kenapa aku justru lebih takut dengan mereka?

Sampai sekarang aku masih takut dengan mereka. Papa sampai membawaku ke Tante Lena. Kata Papa, Tante Lena bisa membuatku berhenti ketakutan jika melihat mereka.

Tante Lena memang baik, dia sering mengajakku bermain. Tante Lena juga cantik, aku tidak pernah merasa takut dengan Tante Lena.

Aku sayang Tante Lena, tapi aku lebih sayang Papa. 

Aku masih benci orang itu.

Orang itu membuatku selalu teringat kejadian saat bertemu mereka dulu. Selain itu, orang itu juga jahat. Orang itu pernah mengajakku menonton televisi, waktu aku baru pulang sekolah. Tadinya aku tidak mau, tapi orang itu memaksa dan akhirnya aku mau. Kami menonton kartun kesayanganku. 

Ternyata setelah kartun itu selesai,  orang itu memindahkan channel ke tayangan tentang mereka! 

Menakutkan sekali, aku sampai kencing di celana lagi.

Terkadang, aku sampai benar-benar kesulitan bernapas saat melihat mereka. Walaupun aku mencoba untuk mengalihkan pandangan ke arah lain, rasanya tetap sulit untuk bernapas. Perutku juga bisa tiba-tiba melilit, sakit sekali.

Aku semakin benci orang itu dan tidak pernah mau ada di dekatnya lagi. Aku juga benci kalau orang itu mencoba mendekatiku. 

Aku benci mereka, aku takut dengan mereka. Aku semakin benci mereka dan semakin takut dengan mereka. Aku juga benci dengan orang itu, semakin benci. 

Dulu orang itu tidak membantuku saat aku meminta tolong, ketika rombongan mereka menyerangku. Ini masih ditambah dengan mengajakku menonton tentang mereka? Orang itu sangat jahat.

Dulu, dia minta ma'af karena terlambat menemukan aku. Tapi kemudian dia mengajakku menonton tentang mereka? Orang itu minta ma'af lagi, tapi Aku sudah tidak mau percaya dengan orang itu. Tidak mau!

Orang itu dan juga mereka, semuanya jahat. 


***





Myrmecophobia.
Zhiya takut dengan semut.

Begitu kesimpulan dari Bu Lena, Psikolog yang membantu Zhiya.

"Yang dialami oleh Zhiya bukan ketakutan biasa,  melainkan sudah mengarah ke phobia", lanjut Bu Lena.

Phobia?

Rasanya tidak percaya jika Zhiya, anak tunggal kami ini sampai menderita phobia terhadap semut. Zhiya akhirnya kami bawa ke Psikolog karena kami merasa Zhiya sudah sangat berlebihan dalam bereaksi terhadap semut. Awalnya ini ide dari Bunda, yang setelah kejadian di liburan itu disebut sebagai "orang itu" oleh Zhiya. 

"Phobia yang dialami oleh Zhiya ini masuk ke dalam spesific phobia. Penyebabnya bisa karena faktor eksternal, misalnya karena efek trauma tertentu. Bapak dan Ibu pasti ingat tentang kejadian liburan dulu, ini adalah penyebab utama Zhiya bisa sampai takut dengan semut secara berlebihan. Penyebab lainnya, bisa juga karena faktor internal, misalnya genetis. Kalau dari pemeriksaan hingga saat ini, saya juga mendengar bahwa almarhumah Mama-nya Zhiya juga takut dengan kecoa ya? ".

Sudah lebih dari setahun sejak kejadian di liburan itu. Awalnya kami menganggap itu sebagai reaksi biasa karena Zhiya melihat banyak semut, walau kami sempat heran karena saat itu Zhiya bahkan sampai buang air kecil di celana dan saat ditemukan ia sudah pingsan. 

"Apa Zhiya dapat disembuhkan? Itu semua berawal dari kesalahan saya. Kalau saja saat itu saya terus berada di dekat Zhiya, mungkin Zhiya tidak harus sampai ketakutan saat melihat banyak sekali semut. Zhiya pasti sangat ketakutan saat itu, dan saya justru terlambat menemukannya", sesal Bunda. 

"Proses penyembuhan Zhiya bisa kita usahakan bersama. Ada beberapa treatment  yang saya usulkan, tapi saya membutuhkan kesedian dari Bapak dan Ibu dulu. Jika Bapak dan Ibu bersedia, pemeriksaan lanjutan dan proses treatment penyembuhan akan segera kita lakukan ".

"Apa kebencian Zhiya terhadap saya juga dapat dihilangkan?". Sejak awal, Bunda sangat menyayangi Zhiya seperti anak sendiri. Hubungannya dengan Zhiya memburuk setelah kejadian liburan itu, Zhiya seperti menganggap Bunda sebagai orang asing. Padahal sebelumnya mereka sangat dekat dan Zhiya selalu terlihat bahagia saat bersama Bunda. 

Sebagai Papa-nya Zhiya juga sebagai suami Bunda, saya tentu merasa sedih melihat ini.

"Saya bisa memaklumi jika Zhiya membenci saya, mungkin dia juga menyalahkan saya karena tidak segera menolongnya saat itu. Saya... Saya... Saya benar-benar ingin hubungan saya dan Zhiya kembali seperti semula.... Saya.... Saya.....". 

Bunda tidak sanggup melanjutkan, ia menangis.

"Kita usahakan bersama ya, Bu. Apapun itu, demi kesembuhan Zhiya, akan kita usahakan bersama".

You Might Also Like

0 comments

Entri Populer

Formulir Kontak