Hei! Kenapa berhenti tiba-tiba! Lihat barisan di belakangmu!
Anes menggeser tubuh sedikit menjauh dari garis jalan kaum pekerja.
Gula-gula yang ia bawa terjatuh. Anes mengambilnya kembali tapi tetap
saja pandanganya tertuju pada laron-laron yang sibuk menglilingi lampu
gantung.
“Ayoh, Anes! Berjalan lagilah agar pekerjaan kita cepat selesai.” Pamannya menegur.
Anes menjajarkan tubuh mereka dan bertanya, “ Kenapa kita tidak bisa terbang, Paman?”
“Laron-laron itu jenis yang berbeda dengan kita, meski sama-sama
serangga. Belajarlah bersyukur dengan apa yang ada di dirimu, Nes.”
Pfffttttt! Anes mengembuskan nafas setiap kali pamannya mengucapkan
hal yang sama atas pertanyaanya. Anes bukannya tidak bersyukur, ia hanya
ingin tahu apa rasanya terbang, berada diketinggian sana. Itu saja.
Malam itu, dalam mimpinya untuk kesekian kali Anes bisa terbang.
≠
Anes duduk merenung di atas batu. Ia menyelesaikan pekerjaannya
lebih cepat hingga mendapat jatah istirahat lebih cepat. Beginilah nasib
semut-semut pekerja seperti dirinya.
“Aaww aaaww Minggir! Minggir!”
Bruk!
Anes terjatuh dari atas batu.
“Hei, hati-hati!”
Anes memerhatikan pusaran kecil angin di depannya, bergoyang ke kanan dan kiri tak beraturan.
“Maaf yaa, aku sedang belajar membuat pusaran angin. Kamu tidak apa-apa kan, Semut?”
“Namaku Anes!” Semut kecil itu melengos.
“Ah, iya. Maafkan aku, Anes. Aku Windi.”
Namun Anes diam saja, ia tiba-tiba melihat beberapa daun beterbangan di sisi gadis angin bernama Windi itu.
“Hei, aku punya ide!” Anes berteriak girang. Itu membuat Windi gugup.
“Apa? Apa? Ada apa?”
“Coba diam sebentar!” Anes berjalan, mencari daun kering yang cukup
besar untuk dinaikinya. Setelah menemukan daun yang ia cari Anes membawa
daun itu tepat di samping Windi. Gadis angin itu bingung.
“Aku mau tahu bagaimana rasanya terbang.” Anes memasang wajah polos.
“Aku akan berpegangan pada daun kering ini dan kamu cobalah berputar
pelan-pelan agar daun ini ikut terangkat di pusaranmu, dan aku pun bisa
terbang. Oke?” jelasnya bersemangat!
Windi yang tampak kikuk menyetujui ajakan Anes. Sebenarnya ia senang
juga memiliki teman baru sebab ia ditinggalkan teman-temannya yang lain
karna hanya dia yang belum bisa membuat pusaran angin.
“Baiklah,” katanya.
“Pelan-pelan saja!” Anes mengingatkan
Windi mengangguk. Ia mulai memutar tubuhnya searah mata angin. Pelan.
Pelan. Rasa gugup Windi hilang. Ia yakin kali ini ia bisa membuat
pusaran angin. Tanpa disadarinya ritme yang semula pelan semakin cepat.
Pusaran angin yang tadinya hanya sekitaran tubuhnya meluap sampai ke
batas batu tempat tadi Anes duduk.
Tanpa menyadari keadaannya, Anes dengan sekuat tenaga berpegangan
pada daun yang berputar-putar di bawah pengaruh Windi. Rasanya senang
ketika angin-angin menyelimuti seluruh tubuhmu.
“Waaah wooohh! Awas! Awas!”
Windi yang kikuk terjatuh lagi. Pusaran anginnya tiba-tiba berhenti.
Bersama daun yang dinaikinya Anes jatuh ke dalam sebuah kolam. Tak
apa-apa, katanya yang penting sekarang aku sudah tahu rasanya terbang.
≠
0 comments