MInggu 11

Kamisan S3 #12: Kotaku, Rinduku

15.35Unknown

“Selamat, Pak Putu. Pameran tunggal Anda begitu menarik.” Aku mendengar seseorang mengucapkan selamat kepada orang yang disapa Pak Putu tersebut. Aku menoleh dan melihat bagaimana Bapak usia tengah baya tersebut menerima ucapan selamat dengan ucapan terima kasih.

Putu Wijaya—bukan penulis terkenal asal negeri ini—adalah seorang fotografer lokal Pulau Dewata yang telah malang melintang memamerkan hasil bidikan kameranya di beberapa kesempatan. Aku tidak begitu mengenalnya. Hanya sedikit mengetahui tentangnya dari media-media lokal serta sedikit informasi dari mesin pencari Google.

Pameran tunggalnya ini kuketahui ketika aku membolak-balik halaman surat kabar lokal pagi ini. Pameran yang bertema Urban Nusantara menggugahku untuk datang. Foto-foto dari berbagai sudut kota di Indonesia dipamerkan pada pameran kali ini.

Aku menyukai lukisan cahaya pada umumnya. Tapi, kalau boleh dibilang, aku tidak punya fotografer khusus untuk kukagumi. Hari ini, aku melangkahkan kaki ke pameran ini karena menemukan sesuatu—yang menurutku—lebih menarik dari hariku. Melihat-lihat hal yang menarik mataku, merupakan upayaku untuk mengusir rasa jemu yang mendera.

Kuperhatikan sekitar. Aku tidak melihat Pak Putu lagi. Mungkin ia berada di sisi ruangan lain yang tak tertangkap oleh indra penglihatanku. Menyapa beberapa pengunjung yang dikenalnya, atau mungkin melayani permintaan beberapa pencari berita yang ingin memuat profilnya dalam media mereka. Aku memerhatikan beberapa pengunjung. Dua-tiga orang mematung cukup lama di hadapan sebuah foto. Seperti ingin mematri gambar tersebut dalam-dalam. Satu-dua orang—unik menurutku—melihat foto tersebut dari jarak sekitar lima senti, lalu mundur sekitar tiga puluh senti. Sesekali mencoba memerhatikan dari sisi lateral foto tersebut, seolah gambar tiga dimensi. Yang lainnya hanya sekilas lalu. Melewati foto demi foto dengan langkah perlahan. Termasuk diriku. Aku membiarkan kakiku terus melangkah tanpa memerhatikan terlalu lama setiap foto yang kulalui. Tapi pada satu foto, langkahku terhenti. Bukan karena foto itu terlihat istimewa dari pencahayaan atau sudut pengambilan gambarnya. Bukan juga karena objeknya yang terlihat menarik buatku.

Aku melangkah lebih dekat. Mengamati lebih rinci. Sebuah gerbang kenangan membuka lebar untukku. Foto urban yang biasa kualami dalam fase hidupku dulu. Antrean panjang yang harus kualami setiap berangkat ke kantor dan pulang ke rumah setiap hari. Berbagi ruang dan aroma dalam bus dan kereta. Pergerakan yang selalu menggilas mereka yang lamban dan malas. Ruang yang selalu menyambut mereka yang mau bekerja giat. Dan dirimu. Dirimu pun hadir dalam gerbang kenangan itu. Sebagaimana aku mulai merindukan kota kita, aku pun merindukanmu.

***
Yola M. Caecenary
Kamisan #12 Session 3 : Kotaku, Rinduku – Deadline : 2 Juli 2015
Foto tema tulisan
Sumber : Foto shared by Keke
 
 

You Might Also Like

0 comments

Entri Populer

Formulir Kontak