“Rayiiiiii, pelan-pelan makannya, Sayang!” Alea mengingatkan anak lelakinya itu.
“Rayi ada pe-er, Bu!” sanggah anak itu. Alea heran melihat betapa antusiasnya Rayi mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolahnya kali ini. Apa PR-nya banyak? Atau..?
“Iya, makan dulu yang benar. Nanti ibu bantu kerjakan tugasmu yaa.” Rayi mengangguk antusias tapi sama sekali tak memperlambat makannya.
“Rayi ada pe-er, Bu!” sanggah anak itu. Alea heran melihat betapa antusiasnya Rayi mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolahnya kali ini. Apa PR-nya banyak? Atau..?
“Iya, makan dulu yang benar. Nanti ibu bantu kerjakan tugasmu yaa.” Rayi mengangguk antusias tapi sama sekali tak memperlambat makannya.
Setelah selesai Rayi berlari-lari ke kamarnya sementara Alea menungu
di ruang teve. Anak itu kembali dengan setumpuk kertas putih dan
gunting. Alea mengeryitkan dahi.
“Kamu mau buat apa, Sayang?”
“Album foto, Bu! Bu guru bilang isinya foto-foto keluarga dan kejadian-kejadian menyenangkan!” Rayi menjelaskan, mata anak itu berbinar kala bicara.
“Coba ibu lihat,” kataku. Di buku tugas rumahnya, ibu guru Rayi menulis ‘tempel foto-foto kamu, ayah-ibu dan kejadian-kejadian yang menyenangkan misalnya waktu kamu berulang tahun.’ Ah, ada-ada saja.
“Album foto, Bu! Bu guru bilang isinya foto-foto keluarga dan kejadian-kejadian menyenangkan!” Rayi menjelaskan, mata anak itu berbinar kala bicara.
“Coba ibu lihat,” kataku. Di buku tugas rumahnya, ibu guru Rayi menulis ‘tempel foto-foto kamu, ayah-ibu dan kejadian-kejadian yang menyenangkan misalnya waktu kamu berulang tahun.’ Ah, ada-ada saja.
“Nah, coba kita cari foto apa yang bisa kita tempelkan yaa.”
Cukup lama Alea dan Rayi memilih foto dalam album keluarga mereka.
Terkumpul lima foto. Foto ayah-ibunya. Foto Rayi dan buku pertama yang
dibelikan ayahnya langsung di toko buku. Foto Rayi dicium ayah-ibu. Foto
Rayi kecil dan foto ayah-ibunya ketika menikah.
Tiba-tiba Rayi menepuk dahi. Kebiasaan yang ia dapat dari ibunya
sendiri! “Ada yang kurang!” Anak itu memerkan gigi. Lalu berlari ke
kamarnya. Alea mendengar Rayi tergesa membuka laci meja belajarnya. Lalu
langkah kaki kecil itu mendekat kembali ke ruang teve.
“Kita kelupaan lem kertas, Bu!” Rayi tersenyum dan menggoyang-goyangkan tube lem kertas ditangannya.
Alea terkejut. Ia merasakan de javu. Hal yang sama pernah terjadi, batinnya
£
Rayi memanggul kamera lsr-nya lalu memasukkan sebuah buku ukuran
normal yang tebalnya lebih dari lima puluh halaman, sebuah gunting,
beberapa alat tulis dan satu tube kecil lem kertas ke dalam
ransel. Memanggulnya di pundak, siap pergi. Hari ini ia sudah berjanji
akan mengajak Alea ke jembatan tempat mereka bertemu dulu dan sejak
segalanya terasa baik-baik saja keduanya sering kali ke sana.
Duduk di taman di sisi jembatan, Alea membaca buku sementara Rayi
akan sibuk memotret. Memotret jembatan. Memotret sungai, langit, senja
yang malu-malu datang dan terbanyak; memotret Alea. Tentu saja.
Treck!
Rayi mengambil satu foto Alea. Gadis itu duduk sejajar di atas bangku,
menaikkan kaki, menekuk hingga ia bisa menyandarkan buku yang sedang ia
baca ke atas lutut. Bibirnya cemberut. Suatu hal dalam buku pasti
membuatnya tak senang.
Rayi mengambil gambar sekali lagi dan Alea masih belum sadar juga.
Rayi tersenyum. Dia bisa melupakan seluruh dunia kalau sudah di hadapan buku, batin Rayi.
Enggan mengusik Alea, Rayi duduk di belakang pagar sungai. Meletakkan
kameranya hati-hati lalu mulai mengeluarkan barang-barang yang tadi ia
bawa. Tanpa perlu repot Rayi menumpahkan semua isi tasnya.
Pertama-tama, ia mengambil buku yang ia bawa. Menulisinya dengan pulpen bertinta emas ‘Kotak Pandora ke Dua’
Setelahnya ia sibuk mengunting-gunting foto dengan bentu-bentuk
berbeda. Bisa ditebak, yang terbanyak foto itu memuat wajah Alea dengan
berbagai ekpresi, selain foto mereka yang diambil dalam satu frame.
Rayi larut dalam pekerjaannya. Ia tersenyum-senyum, bersenandung
namun sesekali iris matanya dibayangi kaca-kaca. Laki-laki itu tak sadar
bahwa Alea sudah mengalihkam perhatiannya pada pria yg duduk melantai
di depannya ini.
Ketika melihat foto yang sedang Rayi gunting, spontan Alea berteriak,
“Aaahhh! Kapan kaumengambil foto ini?!” Alea merasakan wajahnya
memanas.
Foto itu diambil pada hari kelulusan Alea. Hari itu ia berdandan dan
menggunakan setelan kebaya. Alea tidak tahan pada hal-hal yang terlalu
berbau perempuan. Ketika Rayi datang menjemputnya, sambil menggerutu
Alea menghapus make up di wajahnya asal-asalan dan berhenti begitu saja ketika Rayi memberinya es krim.
Saat itulah Rayi mengambil fotonya
“Cobalah belajar berdandan, nanti nggak ada yang mau sama perempuan
berantakan sepertimu lho.” Rayi menarik ujung rambut Alea yang diikat
kuncir kuda.
Alea cemberut, “Biar saja!” katanya cuek. “kausedang buat apa sih?”
“Aku mau buat album foto.”
“Kaukok seperti anak perempuan. Kenapa nggak dimasukkan dalam album foto saja?”
“Itu nggak istimewa dong! Semua orang bisa punya! Huh!” Rayi kembali sibuk menggunting-gunting. Rupanya ia mencentak banyak sekali foto.
“Sini kubantu!” Alea mengambil buku dan beberapa foto. “Foto-foto ini tinggal di tempel saja kan?”
‘Iya,” Rayi menjawab tanpa menoleh.
“Ray…”
“Heeem?” gumam pria itu tetap tak melihat Alea.
“Ray, kaulupa bawa lem kertas? Gimana caranya kita nempelin foto-foto ini?”
Rayi menoleh. Dilihatnya pipi Alea mengembung cemberut. Rayi nyaris tertawa, Alea lucu sekali kalau cemberut. “Sebentar,” sahutnya kemudian.
“Kaukok seperti anak perempuan. Kenapa nggak dimasukkan dalam album foto saja?”
“Itu nggak istimewa dong! Semua orang bisa punya! Huh!” Rayi kembali sibuk menggunting-gunting. Rupanya ia mencentak banyak sekali foto.
“Sini kubantu!” Alea mengambil buku dan beberapa foto. “Foto-foto ini tinggal di tempel saja kan?”
‘Iya,” Rayi menjawab tanpa menoleh.
“Ray…”
“Heeem?” gumam pria itu tetap tak melihat Alea.
“Ray, kaulupa bawa lem kertas? Gimana caranya kita nempelin foto-foto ini?”
Rayi menoleh. Dilihatnya pipi Alea mengembung cemberut. Rayi nyaris tertawa, Alea lucu sekali kalau cemberut. “Sebentar,” sahutnya kemudian.
Tube lem kertas itu pasti tersangkut di lekukan di dalam tas. Rayi ingat betul ia membawanya tadi. Nah kan, ini dia!
“Nih!” Rayi menggoyang-goyangkan tube lem kertas itu di hadapan Alea, “Terselip,” katanya kemudian.
£
“Bu? Ibu kenapa? Buuuu?!” Rayi mengguncang bahu ibunya dengan kedua tangan.
Alea tersentak. Ia ingat, Rayi pernah membuat album foto yang sama, dulu. “Sebentar ya, Nak.”
Alea masuk kek kamarnya lalu membawa turun sebuah kotak kardus dari atas lemari pakaiannya. Barang-barang yang ia dan Rayi miliki dulu. Alea
enggan menyimpannya di gudang, masa lalu akan semakin asing dan jauh
kalau di simpan di sana. Sementara ia tak ingin segala hal tentang Rayi
menjadi asing. Rayi adalah harapan keduanya.
Alea mengaduk-aduk isi kardus. Buku bersampul merah itu tertumpuk di
bawah benda-benda lain. Bau debu menyesak hidungnya, wewangian yang
asing.
Rayi bingung melihat wajah ibunya, antara senang, sedih dan rasa tak percaya seolah kaubaru saja menemukan harta karun.
Alea mengusap sampul buku itu dan membukanya.
Selamat ulang tahun, Al.
Hanya itu, sesingkat itu ucapan selamat yang Rayi tulis.
Alea membalik lagi halaman buku itu,
Kotak Pandora Kedua
Tertulis tepat di tengah-tengah dengan tinta berwarna emas.
Pelan-pelan Alea membuka halaman buku itu. Ia ingat betul bagaimana
foto-foto di dalam sana bisa ada. Sampai di halaman terakhir Alea tak
melihat foto apa-apa. Hanya ada ruang kosong, ukuran satu foto.
Alea membalik satu halaman lagi.
Isilah foto apa saja. Fotomu yang sekarang, Al bersama siapapun kau.
Sekali lagi, selamat ulang tahun. Eh, sudah berapa umurmu sekarang?
Sekali lagi, selamat ulang tahun. Eh, sudah berapa umurmu sekarang?
Air mata ruah di mata Alea.
£
05:48
06/11/2013
Aria.
Cat : Alea dan Rayi adalah tokoh imajiner dalam cerpen duet milik Aku dan David. Pernah kami ikutkan lomba tapi yaa, kalah :D
Alea dan Rayi pernah ada di Kamisan #3
Penjelaskan mengenai kotak pandora dari : Mitologi Yunani – Kotak Pandora
0 comments