Lem Kertas MInggu 11

Kamisan S1 #11 - Lem Kertas: Tentang Sebuah Album

15.17Unknown

“Rayiiiiii, pelan-pelan makannya, Sayang!” Alea mengingatkan anak lelakinya itu.
“Rayi ada pe-er, Bu!” sanggah anak itu. Alea heran melihat betapa antusiasnya Rayi mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolahnya kali ini. Apa PR-nya banyak? Atau..?
“Iya, makan dulu yang benar. Nanti ibu bantu kerjakan tugasmu yaa.” Rayi mengangguk antusias tapi sama sekali tak memperlambat makannya.

Setelah selesai Rayi berlari-lari ke kamarnya sementara Alea menungu di ruang teve. Anak itu kembali dengan setumpuk kertas putih dan gunting. Alea mengeryitkan dahi.
“Kamu mau buat apa, Sayang?”
“Album foto, Bu! Bu guru bilang isinya foto-foto keluarga dan kejadian-kejadian menyenangkan!” Rayi menjelaskan, mata anak itu berbinar kala bicara.
“Coba ibu lihat,” kataku. Di buku tugas rumahnya, ibu guru Rayi menulis ‘tempel foto-foto kamu, ayah-ibu dan kejadian-kejadian yang menyenangkan misalnya waktu kamu berulang tahun.’ Ah, ada-ada saja.
“Nah, coba kita cari foto apa yang bisa kita tempelkan yaa.”

Cukup lama Alea dan Rayi memilih foto dalam album keluarga mereka. Terkumpul lima foto. Foto ayah-ibunya. Foto Rayi dan buku pertama yang dibelikan ayahnya langsung di toko buku. Foto Rayi dicium ayah-ibu. Foto Rayi kecil dan foto ayah-ibunya ketika menikah.

Tiba-tiba Rayi menepuk dahi. Kebiasaan yang ia dapat dari ibunya sendiri! “Ada yang kurang!” Anak itu memerkan gigi. Lalu berlari ke kamarnya. Alea mendengar Rayi tergesa membuka laci meja belajarnya. Lalu langkah kaki kecil itu mendekat kembali ke ruang teve.

“Kita kelupaan lem kertas, Bu!” Rayi tersenyum dan menggoyang-goyangkan tube lem kertas ditangannya.
Alea terkejut. Ia merasakan de javu. Hal yang sama pernah terjadi, batinnya

£

Rayi memanggul kamera lsr-nya lalu memasukkan sebuah buku ukuran normal yang tebalnya lebih dari lima puluh halaman, sebuah gunting, beberapa alat tulis dan satu tube kecil lem kertas ke dalam ransel. Memanggulnya di pundak, siap pergi. Hari ini ia sudah berjanji akan mengajak Alea ke jembatan tempat mereka bertemu dulu dan sejak segalanya terasa baik-baik saja keduanya sering kali ke sana.

Duduk di taman di sisi jembatan, Alea membaca buku sementara Rayi akan sibuk memotret. Memotret jembatan. Memotret sungai, langit, senja yang malu-malu datang dan terbanyak; memotret Alea. Tentu saja.

Treck!
Rayi mengambil satu foto Alea. Gadis itu duduk sejajar di atas bangku, menaikkan kaki, menekuk hingga ia bisa menyandarkan buku yang sedang ia baca ke atas lutut. Bibirnya cemberut. Suatu hal dalam buku pasti membuatnya tak senang.

Rayi mengambil gambar sekali lagi dan Alea masih belum sadar juga.

Rayi tersenyum. Dia bisa melupakan seluruh dunia kalau sudah di hadapan buku, batin Rayi.

Enggan mengusik Alea, Rayi duduk di belakang pagar sungai. Meletakkan kameranya hati-hati lalu mulai mengeluarkan barang-barang yang tadi ia bawa. Tanpa perlu repot Rayi menumpahkan semua isi tasnya.

Pertama-tama, ia mengambil buku yang ia bawa. Menulisinya dengan pulpen bertinta emas ‘Kotak Pandora ke Dua’

Setelahnya ia sibuk mengunting-gunting foto dengan bentu-bentuk berbeda. Bisa ditebak, yang terbanyak foto itu memuat wajah Alea dengan berbagai ekpresi, selain foto mereka yang diambil dalam satu frame.

Rayi larut dalam pekerjaannya. Ia tersenyum-senyum, bersenandung namun sesekali iris matanya dibayangi kaca-kaca. Laki-laki itu tak sadar bahwa Alea sudah mengalihkam perhatiannya pada pria yg duduk melantai di depannya ini.

Ketika melihat foto yang sedang Rayi gunting, spontan Alea berteriak, “Aaahhh! Kapan kaumengambil foto ini?!” Alea merasakan wajahnya memanas.

Foto itu diambil pada hari kelulusan Alea. Hari itu ia berdandan dan menggunakan setelan kebaya. Alea tidak tahan pada hal-hal yang terlalu berbau perempuan. Ketika Rayi datang menjemputnya, sambil menggerutu Alea menghapus make up di wajahnya asal-asalan dan berhenti begitu saja ketika Rayi memberinya es krim.

Saat itulah Rayi mengambil fotonya

“Cobalah belajar berdandan, nanti nggak ada yang mau sama perempuan berantakan sepertimu lho.” Rayi menarik ujung rambut Alea yang diikat kuncir kuda.
 Alea cemberut, “Biar saja!” katanya cuek. “kausedang buat apa sih?”
“Aku mau buat album foto.”
“Kaukok seperti anak perempuan. Kenapa nggak dimasukkan dalam album foto saja?”
“Itu nggak istimewa dong! Semua orang bisa punya! Huh!” Rayi kembali sibuk menggunting-gunting. Rupanya ia mencentak banyak sekali foto.
“Sini kubantu!” Alea mengambil buku dan beberapa foto. “Foto-foto ini tinggal di tempel saja kan?”
‘Iya,” Rayi menjawab tanpa menoleh.
“Ray…”
“Heeem?” gumam pria itu tetap tak melihat Alea.
“Ray, kaulupa bawa lem kertas? Gimana caranya kita nempelin foto-foto ini?”
Rayi menoleh. Dilihatnya pipi Alea mengembung cemberut. Rayi nyaris tertawa, Alea lucu sekali kalau cemberut. “Sebentar,” sahutnya kemudian.

Tube lem kertas itu pasti tersangkut di lekukan di dalam tas. Rayi ingat betul ia membawanya tadi. Nah kan, ini dia!

“Nih!” Rayi menggoyang-goyangkan tube lem kertas itu di hadapan Alea, “Terselip,” katanya kemudian.

 £

“Bu? Ibu kenapa? Buuuu?!” Rayi mengguncang bahu ibunya dengan kedua tangan.

Alea tersentak. Ia ingat, Rayi pernah membuat album foto yang sama, dulu. “Sebentar ya, Nak.”

Alea masuk kek kamarnya lalu membawa turun sebuah kotak kardus dari atas lemari pakaiannya. Barang-barang yang ia dan Rayi miliki dulu. Alea enggan menyimpannya di gudang, masa lalu akan semakin asing dan jauh kalau di simpan di sana. Sementara ia tak ingin segala hal tentang Rayi menjadi asing. Rayi adalah harapan keduanya.

Alea mengaduk-aduk isi kardus. Buku bersampul merah itu tertumpuk di bawah benda-benda lain. Bau debu menyesak hidungnya, wewangian yang asing.

Rayi bingung melihat wajah ibunya, antara senang, sedih dan rasa tak percaya seolah kaubaru saja menemukan harta karun.

Alea mengusap sampul buku itu dan membukanya.

Selamat ulang tahun, Al.

Hanya itu, sesingkat itu ucapan selamat yang Rayi tulis.
Alea membalik lagi halaman buku itu,

Kotak Pandora Kedua

Tertulis tepat di tengah-tengah dengan tinta berwarna emas.

Pelan-pelan Alea membuka halaman buku itu. Ia ingat betul bagaimana foto-foto di dalam sana bisa ada. Sampai di halaman terakhir Alea tak melihat foto apa-apa. Hanya ada ruang kosong, ukuran satu foto.
Alea membalik satu halaman lagi.

Isilah foto apa saja. Fotomu yang sekarang, Al bersama siapapun kau.
Sekali lagi, selamat ulang tahun. Eh, sudah berapa umurmu sekarang?

Air mata ruah di mata Alea.

image
£


05:48
06/11/2013
Aria.
Cat :  Alea dan Rayi adalah tokoh imajiner dalam cerpen duet milik Aku dan David. Pernah kami ikutkan lomba tapi yaa, kalah :D
Alea dan Rayi pernah ada di Kamisan #3
Penjelaskan mengenai kotak pandora dari :  Mitologi Yunani – Kotak Pandora

You Might Also Like

0 comments

Entri Populer

Formulir Kontak