#11 Kematian MInggu 11

Kamisan S2 #11 - Kematian: Kutukan Penyihir Ujung Timur

13.59Unknown

Keluarga Supousia adalah keluarga yang tersohor di negeri Ujung Timur. Mereka bukan tersohor karena keberhasilan atau sesuatu yang membanggakan terjadi dalam keluarga itu, namun karena setiap lelaki dalam keluarga mereka selalu tewas dengan mengenaskan pada tanggal 31 Oktober, bertepatan dengan hari halloween.

Ayah Grant, Tom, meninggal sebelas tahun yang lalu dalam sebuah kecelakaan pesawat terbang tepat pada tanggal 31 Oktober. Paman Grant, John, meninggal setahun kemudian karena tersengat arus listrik saat membetulkan kabel di sekitar kolam renang di halaman belakang rumahnya. Sedangkan anak John, Tim, tenggelam di kolam renang yang sama. Padahal Tim adalah seorang perenang yang handal dan telah menjuarai beberapa kejuaraan renang di Ujung Timur sejak berusia 12 tahun. Setahun yang lalu, kakak Grant, Brian, meninggal karena tersambar petir, padahal cuaca di Ujung Timur pada bulan Oktober seharusnya bukan musim hujan.

***

30 Oktober – 11:28 PM

Grant Supousia adalah lelaki terakhir dari keluarga Supousia. Dia tinggal di sebuah rumah bergaya victoria berwarna merah bata dengan banyak jendela, kaca patri dan cerobong asap. Rumah tersebut terlihat mencolok dibanding rumah-rumah disekitarnya yang umumnya berwarna putih gading.

Grant mengunci diri di dalam rumah untuk menghindari kecelakan, petir bahkan bahaya tersetrum listrik. Ia hanya duduk di pinggir perapian dan menikmati chardonay yang terus ia tuang. Entah sudah berapa gelas chardonay yang ditenggak oleh Grant untuk mengusir risau yang sedang melanda. Masih juga ia terlihat linglung dan selalu menggerutu. Kematian Brian masih terlalu sulit ia terima. Bukan hanya itu, ia juga takut bahwa sebentar lagi bisa jadi nyawanya akan segera melayang.

Terdengar ketukan berat di pintu ruangan itu.

“Masuk.”
“Tuan, Nona Persephony sudah datang” Charlie, si pelayan tua yang telah melayani keluarga Supousia melangkah masuk ke dalam ruangan. Diikuti oleh seorang perempuan cantik dengan gaun merah menyala, senada dengan warna pemulas bibir yang dikenakannya.

“Persephony” seru perempuan itu seraya mengulurkan tangannya yang putih halus kepada Grant. Grant menyambutnya dan mempersilahkan ia duduk. Grant memberi kode dengan matanya agar Charlie segera meninggalkan ruangan.

“Sudah pasti kau tahu alasanku memanggilmu, Nona Persephony?” tanya Grant.
“Ya tuan. Anda mengirim orang untuk menjemput saya, agar saya bertemu anda dan menyelamatkan nyawa anda.” Jawab Persephony dengan percaya diri.

“Kau tentu tahu sejarah keluargaku.”
“Seluruh penduduk di Ujung Timur sudah mengetahui sejarah Keluarga Supousia. Bahwa beribu tahun lalu, nenek moyang anda telah dikutuk oleh kaum penyihir Ujung Timur agar seluruh lelaki Supousia meninggal pada malam para penyihir, 31 Oktober dan..” Persephony belum sempat menyelasaikan kisahnya, namun Grant sudah memotong pembicaraannya.

“Aku tidak perlu diingatkan akan hal itu. Aku akan langsung saja. Besok adalah tanggal 31 Oktober dan aku tidak ingin nyawaku melayang. Setidaknya, belum. Jadi, katakan padaku bagaimana aku bisa bertahan melewati hari esok? Nah, apa yang akan kau sarankan untukku?” Grant kembali mengisi gelasnya dengan chardonay.

“Tuan, tidak ada yang bisa lari dari kematian. Jika esok adalah saatnya tuan mati, maka pastilah tuan akan mati.” Grant menatap Persephony dengan tajam. “Tapi, mungkin tuan bisa mengakali sang kematian.” Persephony melirik gelas kosong di hadapannya. Grant pun segera mengisi gelas tersebut dengan chardonay yang sama.

“Apa maksudmu mengakali kematian?” tanya Grant.
“Tuan harus melakukan bunuh diri, sebelum tanggal 31 Oktober. Sarangkan sebuah peluru sekitar 3 inci dari jantung tuan. Tidak perlu khawatir, jarak 3 inci tidak akan membunuh tuan, tapi harus sebelum tanggal 31 Oktober. Tuan hanya punya waktu sekitar 12 menit dari sekarang. Ini adalah malam para penyihir, siapa tahu mereka akan berfikir anda sudah mati sebelum tanggal 31 Oktober dan meluputkan tuan dari kematian sesungguhnya. Saya harus pergi, harga yang tuan bayar hanya untuk lima belas menit waktu saya. Semoga berhasil, tuan.” Persephony meletakan pistol berkaliber 45 yang dilengkapi dengan peredam dan keluar ruangan.

Grant kembali duduk di meja kerjanya. Menatap pistol yang diberikan oleh Persephony. Sisa waktunya hanya tinggal dua menit, namun ia masih ragu untuk melakukannya. Jika salah perhitungan, sudah pasti nyawanya tidak tertolong. Tiga inci rasanya masih terlalu dekat dengan jantung.

Grant meletakan pistol itu di jantungnya. Digeserkan sekitar tiga inci. Ia menarik nafas panjang dan melirik ke arah jam dinding. Empat puluh lima detik lagi sebelum tanggal 31 Oktober. Diraihnya segelas chardonay terakhir untuk menambah keberaniannya menarik pelatuk pistol tersebut. Dan…

Bukk!!

Grant terkulai lemas di meja kerjanya. Darah segar merembes dari sweater yang dikenakannya. Matanya masih menatap jam dinding di hadapannya. Jam tersebut seolah berhenti seiring nafasnya yang semakin berat.
Lamat-lamat terdengar jam berdenting. Tunggu dulu, itu suara jam dari sebuah kapel yang terletak di depan rumah Grant. Jam tersebut hanya berdenting setiap jam 12 malam. Grant mencoba mengangkat kepalanya untuk melihat jam dindingnya.

“Tidak, masih ada empat puluh lima detik lagi” geram Grant dalam hati. Jam dinding di hadapan Grant masih tidak bergerak. Namun jam di kapel masih terus berdenting.

You Might Also Like

0 comments

Entri Populer

Formulir Kontak